Hadits Munkar
Zaenal Muhtarom
a.
Pengertian
Hadist munkar
berasal dari b.arab, yang menurut ilmu gramatika arab kata munkar berasal dari اسم المفعول dari kata الإنكار
yang berarti kebalikan dari kata الإقرار yang artinya sepakat.
Para ulama mustholah berbeda-beda redaksi
dalam mendefinisikan hadits munkar, sehingga hampir-hampir memberikan
pengertian yang kabur bagi orang yang mengkajinya. Setelah dikaji dengan
seksama, ternyata perbedaan redaksi itu di sebabkan oleh perbedaan maksud
masing-masing kelompok dalam menggunakan istilah itu.[1]
Menurut istilah para ulama mendefinisikan :
- هو الحديث الذي فى إسناده راو فحش غلطه أو كثرت غفلته أو ظهر فسقه.
وهذ التعريف ذكره الحافظ ابن حجر ونسبه لغيره.
Hadist yang dalam sanadnya terdapat
rawi yang sangat jelek hafalannya, banyak kesalahannya, atau nampak sifat
fasiknya. ( definisi ini menurut Ibnu Hajar dan Imam Baiquni).
- هو ما رواه الضعيف مخالفا لما رواه الثقة. وهذا التعريف هو الذي ذكره
الحافظ ابن حجر واعتمده.
Hadis yang diriwayatkan oleh
rawi yang dhaif dan bertentangan dengan rawi yang terpercaya. (Ibnu Hajar dan
Al-Suyuthi).[2]
هو الحديث الذى ينفرد بروايته مَن فخش غلطه او كثرت غفلته أو بيّن
فِسقه بغير الكذب.
‘’hadits yang menyendiri dalam
periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya yang bukan
karena dusta.[3]
المنكر هو الغريب، الذي لا يحتمل تفرد من انفرد
به، وهو مردود حتى لو فُرض أن له شواهد من جنسه، فإنه لا يرتقي إلى درجة الحسن،
وذلك لأن الضعف فيه متناهي، والتعريف الأول هو الذي مشى عليه الحافظ ابن حجر رحمه
الله في كتابه نخبة الفِكر.
‘’hadis munkar ialah gharib, yang tidak mencakup
sendiri dari menyendirinya, adapun hadis munkar itu ditolak sehingga sekiranya
ditetapkan sesungguhnya hadis munkar mempunyai jenis-jenis saksi, sesungguhnya
hadis munkar tidak bisa dikembangkan ke derajat hasan, karena sesungguhnya
dhaif itu sangat dilarang, dan adapun pengertian yang pertama itu sudah
dijelaskan oleh Ibnu Hajar semoga Alloh merahmatinya di dalam kitab nakhbatul
fikar .[4]
أن أصل المعنى في المنكر هو الخطأ
‘’sesungguhnya asal hadis munkar itu
adalah salah.[5]
b. ciri hadis munkar
hadis
munkar mempunyai ciri berupa lengah dan banyak salah dua istilah yang sangat
berdekat-dekatan artinya. Lengah biasanya terjadi dalam penerimaan al-hadis,
sedangkan banyak salah terjadi dalam menyampaikan al-hadits. Adapun yang
dikehendaki dengan fasik, ialah kecurangan dalam amal, bukan kecurangan dallam
i’tiqad, sebab curang dalam i’tikad disebut bid’ah dan ini masuk dalam
pembicaraan hadits dhaif, yang karena rawinya orang pembuat bid’ah.
Definisi
hadits munkar di atas, tidak mensyaratkan bahwa suatu hadits dikatakan munkar
itu harus ada perlawanannya, yaitu berlawanan dengan hadits yang diriwayatkan
oleh rawi-rawi yang tsiqoh.
c. perbedaab hadits munkar dengan syadz
1.
syadz rawinya maqbul
2.
munkar rawinya dhaif
Keduanya
ini diketahui bahwa sesungguhnya syadz dan munkar saling berkaitan di dalam
syarat-syarat pertentangannya, dan keduannya berbeda bahwasanya syadz rawinya
maqbul akan tetapi kalau munkar rawinya dhaif. Ibnu hajar berkata: sungguh
suatu kelalaian bagi orang yang mengatakan bahwa keduanya sama.
d. contoh
عن حبيب بن حبيب وهو اخو حمزة بن حبيب الزيات المقرئ عن ابي اسحاق عن
العيزار بن حريث عن ابن عباس عن النبي قال: من اقام الصلاة و آتى الزكاة وحج البيت
و صام وقرى الضيف دخل الجنة. ( ابن أبي حاتم )
‘’Artinya: Dari
Hubaiyib bin Habib, ia ini saudara bagi Hamzah bin Habib az-Zai-yat al-Muqri’’
dari Abi Ishaq dari ‘Aizar bin Huraits, dari Ibnu Abbas, dari Nabi berkata:
‘’Barang siapa yang mndirikian shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah
haji, berpuasa, dan memberi makan tamu, niscaya akan masuk surga ( Ibnu Abi Hatim
)
Keterangan:
1.
Susunan sanadnya, kalau diatur, akan menjadi begini:
a.
Hubai-yib bin Habin
b. Abi
Ishaq
c.
Aizar bin Huraits
d. Ibnu
Abbas
e. Nabi
2.
Sanad ini tidak kuat, karena Hubai-yib bin Habib dilemahkan oleh Abu Zur’ah,
dan ditinggalkan oleh Ibnu Mubarak.
3.
Lain-lain rawi yang lebih kuat dari Hubai-yib meriwayatkan hadits itu sebagai
omongan Ibnu Abbas, bukan sebagai sabda nabi. Inilah yang terkenal antara
ulama.
4.
Karena sanad hadits itu lemah serta bertentangan dengan yang lebih kuat
daripadanya, yaitu yang mengatakan omongan Ibnu Abbas maka hadits yang
dicontohkan itu disebut munkar.
Adapun
yang lebih kuat daripadanya, yaitu anggapan sebagai ucapan Ibnu Abbas dinamakan
ma’ruf. [6]
e. Hujjah
Setelah
diterangkannya dua pengertian hadits munkar yang telah disebutkan tadi maka
jelaslah bahwa hadits munkar termasuk kategori dhaif jiddan ( lemah sekali ),
karena hadits munkar itu diriwayatkan oleh perawi yang lemah disifati dengan
sifat kelakuan yang sangat buruk atau banyak kelengahannya atau fasiq, atau
rawi yang lemah bertentangan dengan rawi yang tsiqoh, keduannya tersebut sangat
lemah sekali, oleh karena itu telah kami kumpulkan dalam pembahasan hadits
matruk bahwasanya hadits munkar itu hadits yang sangat lemah sekali setelah
kedudukan hadita matruk.[7]
Daftar
pustaka
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, Bandung, 2012
Dr. Mahmud At-Thohan, taisir mustholah hadits
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul
Hadits, Yogyakarta, 1970
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’I, Pembagian
hadits dan mustholah
Hamzah Abdulloh
Al-Malyabari, Ulumul hadits fi dhui tahbiqhotil muhadditsin
[1]. Dr.
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, Bandung, 2012
2. Dr. Mahmud
At-Thohan, taisir mustholah hadits
3. Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits,
Yogyakarta, 1970
Tidak ada komentar:
Posting Komentar