Senin, 26 September 2016

HADIST MUTAWATIR

BAB I
PENDAHULUAN
           
Oleh karena rawi terakhir yang mendewankan hadits secara resmi kedalam dewan hadits itu, tidak cukup sezaman dengan Rasulullah SAW, maka sudah barang tentu hadits yang sampai kepadanya untuk di dewankan itu melalui rawi-rawi setiap generasi yang di gunakan sebagai sumber berita. Jika jumlah para sahabatyang menjadi rawi pertama suatu hadits banyak sekali, kemudian rawi dalam masa tabi’in yang menerima hadits dari generasi sahabat juga banyak jumlah nya, dan tabi’ut tabi’in  yang menerima dari tabi’in pun seimbang jumlah nya, demikian seterusnya dalam keadaan yang sama, sampai kepada rawi-rawi yang mendewankan hadits, maka hadits tersbut dinamakan Hadits Mutawatir.
“Hadits Mutawatir” itu memberi faedah ilmu dlaruri, yakni keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir, hingga membawa keyakinan yang qath’I (pasti).
Rawi-rawi hadits mutawatir, tidak perlu di selidiki tentang keadilan dan kedlabitannya, karena kuantitas rawi-rawinya sudah menjamin dari persepakatan dusta. Nabi Muhammad SAW, benar-benar menyabdakan atau mengerjakan sesuatu, sebagaimana yang diberitakan oleh rawi-rawi mutawatir.
Segenap umat islam telah bersepakat pendapatnya tentang faedah hadits mutawatir yang demikian ini. Bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu-dlarury yang berdasarkan khabar mutawatir, sama dengan mengingkari hasil ilmu dlarury yang berdasarkan musyahadat (penglihatan panca indra)






BAB II
PEMBAHASAN
1.Ta’rif Hadits Mutawatir
            Dari segi bahasa hadits mutawatir berasal dari isim fa’il musytaq dari At-tawatur artinya at-tatabu’ (berturut-turut)[1]
            Sedangkan menurut istlah:
الحديث المتواتر هو الذي رواه جمع كثير يؤمن تواتؤهم على الكذب عن مثلهم الى انتهى السند مستندهم الحث.
            Hadits mutawatir adalah adalah hadits yang di riwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad dan semuanya bersandar kepada panca indra.[2]
            Ada juga yang mendefinisikan:
هو خبر عن محسوس رواه عدد جم يجب فى العادة احالة اجتماعهم و تواتؤهم على الكذب
            “suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang di riwayakan oleh sejumlah besar-rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta”[3]

2.Syarat Hadits Mutawatir
            a.  hadits itu di peroleh dari Nabi saw atas dasr pancaindera  yang yakin. Maksudnya bahwa perawi dalam memperoleh hadits nabi  haruslah benar-benar dari hasil pendengaran dan penglihatan sendiri. Jadi, bukanlah atas dasar pemikiran, pemikiran, atau hasil istinbath dari suatu dalil dengan dalil yang lain atau bahkan diambil dari hasil pemikiran filsafat, walaupun dalil-dalil itu diakui kebenarannya oleh semua orang[4]
            b. jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinan mereka bersepakat untuk berbohong atas nabi saw. Para ‘ulama bebeda pendapat tentang batasan berapa jumlah rawi yang membatasi hadits itu menjadi hadits mutawatir[5]
Ø  Abu thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang, karena di qiyaskan dengan banyaknya saksi yang di perlukan hakim untuk memberi vonis kepada terdakwa.
Ø  Ash-hubusyi-syafi’iy menentukan minimal 5 orang, karena mengqiyaskan dengan jumlah para nabi yang mendapat gelar ulul-azmi
Ø  Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasakan ketentuan yang di firmankan oleh Allah swt dalam surah al-anfal ayat 65, tentang sugesti Allah terhadap orang-orang yang tahan uji, yang hanya berjumlah 20 orang saja mampu mengalahkan orang kafir sejumlah 200 orang.
Ø  Ulama yang lain menetapkan jumlah sekurang-kurangnya 40 orang yang mengqiyaskan pada firman Allah surah al-anfal ayat 64 “ya nabi cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikuti mu(menjadi penolongmu)” keadaan mukmin pada saat itu hanya 40 orang
Jumlah rawi-rawi yang telah dikemukakan oleh para ulama yang ditentukan batas minimal dan maksimalnya, tidak dapat dijadikan pegangan yang kuat, karenayang mereka kemukakan yang mengambil qiyas terlalu jauh untuk mempertahan pendapat lemah dan menyimpang dari pokok persoalannya.sesungguhnya yang terpenting apakah hadits itu mutawatir atau bukan adalah dilihat dari segi adat, atau sudah memenuhi bilangan bahwa para rawi tersebut sudahlah meyakinkan bahwa mereka mustahil bersepakat untuk berdusta
      c. adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) dengan jumlah rawi-rawi dalam thabaqah berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 10 orang sahabat umpamanya, kemudian di terima oleh 5 orang tabi’in  dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh 2 orang tabi’ut tabi’in saja, maka itu bukanlah hadits mutawatir, sebab jumlah rawinya tidak seimbang antara thabaqah pertama sampai thabaqah ketiga.


3.Eksistensi Hadits Mutawatir
            Mengingat syarat hadits mutawatir sangat ketat, ibnu Hibban dan Al-Hazimy menyatakan bahwa, hadits mutawatir lafdzi[6], pendapat ini dibantah oleh Ibnu Shalah. Dia menyatakan, bahwa hadits mtawatir (termasuk yang lafdzi) memang ada, hanya saja jumlahnya sangat sedikit.
            Pendapat itu juga dibantah oleh Ibnu Hajar Al-Asqalany. Menurutnya, Hadits mutawatir itu banyak jumlahnya. Untuk mengetahuinya, dapat ditempuh dengan menyelidiki riwayat-riwayat hadits serta kelakuan dan sifat para perwawi, sehingga dengan demikian dapat diketahui dengan jelas tentang “kemustahilan perawi bersepakat untuk berdusta”[7].

4.Kehujjahan atau Kedudukan Hadits Mutawatir
            Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa keyakinan yang diperoleh dari hadits mutawatir,  karenanya hadits mutawatir memfaidahkan ilmu dlarury, hingga membawa keyakinan kepada keyakinan yang qath’iy (pasti). Oleh karena itu, petunjuk dari hadits mutawatir wajib di amalkan, sebagaimana wajibnya mengamalkan petunjuk Al-Qur’an.
            Dengan demikian, maka hadits mutawatir dari segi wurud dan kandungannya, berkedudukan sama dengan Al-Qur’an. Karenanya, mengingkari hadits mutawatir, sama dengan mengingkari Al-Qur’an, dan orang yang mengingkari Al-Qur’an, dihukum kafir, atau paling sedikit disebut sebagai orang mulhid, yaitu orang yang mengakui keesaan Allah dan mengakui islam sebagai agama yang benar, akan tetapi tidak mengakui Rasulullah saw sebagai utusan Allah[8]





5. Macam-Mcam Hadits Mutawatir
            Hadits Mutawatir terbagi menjadi 2 bagian:
1.      Mutawatir Lafdzi
Yakni, Hadits Mutawatir yang diriwayatkan dengan lafadz dan makna yang sama, serta kandungan hukum yang sama pula.
Contoh hadits:
قال رسول الله ص: من كذب علي متعمدا فليتبؤء مقعده من النار
Artinya: Rasulullah saw telah bersabda: siapa saja yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat tinggalnya dineraka.
Keterangan:
a.      Menurut Al-Bazzar dalam buku yang saya kutip, karya Drs. M.Syuhudi Ismail, bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 20 orang sahabat. An-Nawawy juga menyatakan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh 200 orang sahabat
b.      Lafazh-lafazh yang orang ceritakan hampir semua bersamaan dengan contoh tersebut, diantaranya ada yang berbunyi begini:

(ابن ماجه)من تقول علي ما لم أقل فليتبوء مقعده من النار
Artinya: siapa saja yang mengada-ngadakan atas namaku, sesuatu yang tidak pernah aku katakana, maka hendaklah ia mengambil tempat tempat duduknya dineraka.

Dan ada lagi:

ومن قال علي ما لم أقل فليتبوء مقعده من النار(الحاكم)
     Artinya: dan siapa saja yang berkata atas namaku, sesuatu yang tidak pernah aku katakan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dineraka.

c.       Dari ketiga contoh itu berarti tidak selalu Hadits Mutawatir lafdzi itu sama persis lafadz antara satu dengan yang lainnya, karena barangkali Rasulullah saw mengtakannya berulang-ulang kali[9]


2.      Mutawatir Ma’nawy
Yakni, Hadits Mutawatir  yang berasal dari berbagai hadits yang diriwayatkan dengan lafadz yang berbeda-beda, tetapi apabila  dihukumkan mempunyai makna umum yang sama
Contoh hadits:
مارفع ص يديه حتى روي بياض ابطيه فى شيئ من دعائه الا فى الاستسقاء "متفق عليه"
Artinya: Rasulullah saw tidak pernah mengankat tanagnnya ketika berdo’a sampai nampak putih kedua ketiaknya, kecuali pada saat melakukan shalat istisqha
Riwayat lain:
كان يرفع يديه  حدو منكبيه "رواه احمد وابو داود والحاكم"
Artinya: (pada saat berdo’a) Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya, sejajar dengan pundaknya.
Keterangan:
a.      Hadits tentang mengangkat tangan waktu berdo’a diluar shalat.
Ada sekitar 100 hadits yang bila dikumpulkan , bahwa nabi berdo’a diluar shalat, beliau selalu mengangkat tangan, diantara haditsnya adalah seperti pembahasan diatas.[10]
Dan masih ada lagi contoh-contoh tentang hadits mutawatir ma’nawy, diantaranya hadits tentang raka’at dalam shalat, waktu shalat, adnya shalat Id, adanya shalat jenazah, dan sebagainya.

6. Kitab-Kitab yang Menghimpun Hadits Mutawatir
1. Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah, susunan imam Suyuthy.
2. Nadzmu al-Mutanasirah min al-Hadits al-Mutawatir, susunan Muhammad bin Ja’far Al-               Kattany (1345 H)
3.Qathful Azhar, susunan imam Suyuthy.
4.dll
             














BAB III
KESIMPULAN
1.      Pengertian Hadits Mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh banyak rawi , berdasarkan pancaindra, yang menurut adat mustahil para rawi itu bersepakat untuk berdusta
2.      Syarat Hadits Mutawatir adalah sanadnya harus banyak, harus seimbang perawi antara thabaqah satu dengan yang lainnya
3.      Kriteria Hadits Mutawatir ialah yang terpenting jumlahnya tidak memungkinkan perawi  berdusta
4.      Hadits Mutawatir ada dua macam, yaitu Mutawatir lafdzy dan Mutawatir ma’nawy
5.      Nilai kehujjahannya harus diterima tanpa ragu-ragu






           








DAFTAR PUSTAKA
1.A.Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadits. cetakan ke-IV, Bandung, 1990.
2. Drs. M.syuhudi Ismail, pengantar ilmu hadits. Bandung, 1987.
3. Dr.Nuruddin ‘Itr, ulumul hadits. Cet.II, Bandung, 2012.
4. Drs. M.Agus Solahuddin, M.Ag. dan Agus Suyadi, Lc.,M.Ag. ulumul hadits. Bandung, 2008.
5. Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. dan Saifuddin Nur, M.Ag. ulumul hadits. Bandung, 2011.
6. Drs. Fatchur Rahman ikhtisal musthalahul hadits. Cet.12, Yogyakarta, 1970.


[1] T.M. Hasybi Asy-syiedieqy. Sejarah pengantar ilmu hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. Hlm. 200
[2] Dr. Nuruddin ‘itr. Ulumul hadis. Bandung: Remaja rosdakarya. 2012. Hlm. 428.
[3] Drs. Fatchur Rahman. Ikhtisar musthalahul hadits. Yogyakarta: Al-Ma’arif. 1970. Hlm. 78.
[4] Drs.M.Syahudi Ismail. Penngantar ilmu hadits. Bandung: Angkasa. 1987. Hlm. 135
[5] Opcit. Hlm.79.
[6] Akan di bahas di halaman berikutnya
[7] Opcit. Hlm. 139.
[8] Ibid. hlm. 139-140.
[9] A. Qadir Hassan. Ilmu musthalah hadits. Bandung: DIPONEGORO.1982. hlm. 44-45
[10] Opcit.hlm.138.

1 komentar:

  1. ASSALAMU'ALAIKUM, TERIMAKASIH ATAS CURAHAN ILMUNYA IJIN COPI UNTUK BAHAN DAKWAH

    BalasHapus