Senin, 26 September 2016

HADITS YANG DIRIWAYATKAN OLEH AHLI BID’AH


1.    Pengertian.
Bid’ah adalah sesuatu yang baru yang diada-adakan dalam agama atau selainnya.[1]
Menurut bahasa bid’ah merupakan masdhar dari bada’a yang berarti mengadakan sesuatu, sebagaimana di jumpai dalam kamus.
Menurut istilah kejadian baru didalam agama, setelah sempurna atau hal-hal baru sesudah nabi Muhammad Saw,baik berupa keinginan (hawa nafsu) maupun perbuatan.[2]
Menurut Imam as-Syafi’I
المحد ثات ضربان ما احدث يخالف كتابا او سنة او اجماعا فهو بدعة الضلالة وما احدث في الخير لا يخالف شيئا من ذلك فهو محدثة غير مذمومة اها
Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; Pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Qur’an atau Sunah atau Ijma’, itu disebut bid’ah dlalah (tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an Sunah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela.[3]
2.      Hukum bid’ah dalam Agama
Setiap bid’ah dalam agama adalah haram dan sesat dan berdasarkan sabda Rasulullah:
وإياكم و محدثات الأمور فإن كلّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة (رواه أبو داود و الترمذي )
“Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, sesungguhya setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Dan Rasulullah  juga bersabda:
  عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
 ” من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ” رواه البخاري ومسلم
Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah n  bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. (Bukhari dan Muslim)

   وفي رواية لمسلم ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)
            Bid’ah yang dikehendaki oleh ahli Hadits, ialah perjalanan, pendirian atau kepercayaan yang dipegang oleh seseorang atau sesuatu golongan.
            Pendirian, perjalanan, atau kepercayaan ini, boleh juga disebut: Madz-hab.
Madzhab-madzhab yang dikatakan bid’ah itu, ada banyak, diantaranua:
1.      Al-Mur-ji-ah, yaitu satu golongan yang menangguhkan keputusan tentang hokum bagi orang yang mengerjakan dosa-dosa besar, dan meninggalkan amal-amal wajib, yakni mereka tidak menghukumkan kufur atas orang-orang itu, dan tidak pula mereka memfasikkan, tetapi mereka serahkan hukumannya di akhirat nanti. Orang yang berpegang kepada madzhab ini, dikatakan Murji.
2.      Asy-Syi’ah, yaitu satu golongan yang sangat cinta kepada khalifah ‘Ali, dan menganggap ‘Ali lah yang lebih berhak menjadi khalifah, serta mereka tidak suka kepada Abu bakar, ‘Utsman, Mu’awiyah dan Aisyah. Orang yang berpendirian demikian, disebut: Syi-‘i
3.      Ar-Rafidlah, yaitu satu golongan yang melebihkan ‘Ali daripada Abu bakar dan ‘Umar. Orang yang bermadzhab demikian disebut: Rafidli
4.      Al-Qadariyah, yaitu satu kaum yang mengganggap, bahwa kejahatan itu semata-mata perbuatan manusia. Orangnya disebut: Qadar
5.      Al-Jahmiyah, yaitu satu puak yang menafikan (meniadakan) sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Quran atau Sunnah, dan mereka berkata bahwa Quran itu: Makluk
6.      An-Nashibah, yaitu satu golongan yang berpendirian membenci kepada ‘ Ali.
7.      Al-Khawa-rij, yaitu orang-orang yang tidak mau menerima keputusan ‘Ali beserta berlepas diri daripadanya, dari Utsman dan anak cucunya. Tiap-tiap seorang daripadanya, disebut: Khariji
8.      Al-Waqf, pendirian  yang tidak menganggap Quran sebagai makhluk, dan tidak menganggap bukan makhluk. Alhasil golongan ini tidak berkata apa-apa tentang kejadian Quran. Orang yang berpendirian demikian, disebut: Waqif
Selain dari yang tersebut, ada banyak lagi madzhab diantara kaum muslimin. Sebagian daripadanya menjadi cabang dari beberapa madzhab yang saya bawakan di atas itu.
Maka yang dikehendaki dengan Riwayat Ahli bid’ah itu, ialah:
“Satu Hadits yang dalam sanadnya ada rawi ahli Bid’ah”.
Bid’ah itu ada dua macam: ada yang dianggap menyebabkan kekufuran. Dan ada yang hanya bersifat kefasikan saja.
Tentang riwayat dari kedua-dua macam ahli bid’ah ini, di perselisihkan oleh ulama:
v  Ada yang berkata: tidak boleh diterima riwayatnya.
v  Ada yang berkata: boleh diterima
v  Ada yang berkata: boleh diterima, kalau si rawi tidak beri’tiqad halal berdusta untuk membela pendiriannya.
v  Ada yang berkata: boleh diterima riwayat rawi yang tidak mengajak kepada bid’ahnya.
v  Ada yang berkata: ditolak riwayat dari  rawi yang mengajak kepada bid’ahnya.
Satu-satu golongan tersebut menguatkan pendiriannya dan membantah pendapat yang lain.
Tetapi Imam Ibnu Hajar berkata:
“…..Dan yang sebenarnya, tidak mesti ditolak (Riwayat) tiap-tiap orang yang dianggap kafir karena bid’ahnya, sebab tiap-tiap golongan mendakwa ahli bid’ah kepada orang-orang yang menyalahinya, sehingga terkadang ia berlebih-lebihan lalu mengkufurkan orang-orang yang bertentangan dengannya. Maka jika diterima yang demikian dengan umum, niscaya mesti dikufurkan semua golongan; oleh karena ini, maka yang mu’tamad bahwa yang ditolak riwayatnya ialah orang yang mengingkari perkara Syara yang mutawatir, yang keadaannya diketahui dengan yakin, bahwa perkara itu dari Agama; dan begitu juga orang yang beri’tiqad sebaliknya. Adapun orang yang tidak bersifat demikian serta bersifat dlabit tentang Hadits yang ia riwayatkan, bersama wara dan buktinya, maka tidaklah ada halangan untuk diterimanya.
            Beberapa Peringatan
1.      Dalam pasal ini, rasanya tidak perlu saya unjukkan contoh bagi riwayat ahli bid’ah itu, hanya dibawah ini saya paparkan beberapa nama ahli bid’ah saja Yaitu:
·         Amr bin Ubaid: seoarang Qadari
·         Ikrimah: Ibadli
·         Ibnu Abi Nujaih: Mu’tazil
·         Sallam bin Miskin: Murji-i
·         Ubaidullah bin Musa: Syi’i
·         Tsuwaiyir: seorang Rafidli,
·         Al-Ja’d bin Dirham: ahli bid’ah yang sesat
·         Bisyr bin Ghiats al-mirrie-si: Zindiq
·         Tsumamah bin Asy-ras: Mu’tazili
·         Hasan bin Shubbah: Nizhami
·         Bisyir bn as-Sirri: seorang Jahmi
·         Hassan al-A’raj; Khariji
2.      Hendaklah diketahui bahwa yang dimaksudkan dengan ahli bid’ah di sini, ialah rawi yang sebagian ulama menganggap tercacat karena madzhab-nya semata-mata, bukan karena lain-lain sifat kecelaan seperti dusta, majhul, banyak kekeliruan, buruk hafalan dan sebagainya.
3.      Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, terdapat banyak rawi-rawi yang dituduh ahli bid’ah tetapi kalau kita rajin menyelidikinya, akan kita ketahui, bahwa tuduhan itu kebanyakannya tidak benar, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan dalam golongan orang yang mesti ditolak riwayatnya.
Umpamanya seperti: Ali bin Abi Hasyim bin Thairakh al-Baghdadi. Dia ini seorang rawi Bukhari yang sangat benar, tetapi berpendirian waqf terhadap Quran.
Apakah orang yang sudah terang sangat kebenarannya, tetapi karena tawaqquf tentang kejadian Quran, maka riwayat yang dating daripadanya dianggap lemah an tidak mau diterima?
            Lagi seperti: Hariz bin Usman, seorang rawi Bukhari yang kepercayaan, tetapi tertuduh bermadzhab Nashb. Berkata Abu Hatim………dan tidak sah  orang mengatakan bahwa ia bermadzhab Nashb. Nyata tuduhan orang kepada hariz itu tidak benar.[4]
Bid’ah dalam ibadah dan I’tiqad hukumnya haram. Hanya saja keharaman tersebut bobotnya berbeda  sesuai dengan jenis bid’ahya.Adabid’ah yang hukumnya jelad-jelas kafir, seperti thawaf dikuburan untuk bertaqarub kepada penghuni kuburan tersebut juga mempersembahkan kurban dan nadzar untuk kuburan, berdo’a kepada penghuni kuburan dan meminta pertolongan kepada mereka, juga seperti perkataan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Diantaranya mengatakan Al Qur’an adalah makhluq.
Dan ada bid’ah  yang menyampaikan pada perbuatan syirik. Seperti membangun di  atas kuburan atau melakukan shalat dan berdo’a dikuburan.Adapula bid’ah yang termasuk perbuatan dosa dan penyimpangan dari segi aqidah. Seperti bid’ahnya kaum Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan dan akidah mereka bertentangan dengan dali-dalil syar’i.
3.      Jenis Bid’ah.
Jenisnya Bid’ah itu terbagi dua :
a.       Bid’ah mukaffirah, karna sebab-sebab tersebut pelakunya menjadi kafir, Seperti seseorang yang meyakini sesuatu yang jelas kufur, atau orang yang menolak perkara syari’at yang mutawatir dan tergolong ma’lumun min ad din bi ad dhlarurah atau orang yang meyakini kebalikannya.
b.      Bid’ah mufassiqah, karna sebab-sebab tersebut pelakunya menjadi fasik yang pada dasarnya tidak bisa tolelir.
4.    Hukum Riwayat Ahli Bid’ah.

1.      Jika bid’ahnya Mukaffirah, maka riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah menurut kesepakatan ulama’.
Namun Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah berkata:”Riwayat ahli bid’ah mukaffirah tidak ditolak semua, karena setiap kelompok menuduh kelompok (lain) yang menyelisihinya bid’ah, kadang sampai mengkafirkan (kelompok) yang menyelisihinya. Jika tuduhan ini diterima  secara mutlak maka akan mengkafirkan semua kelompok yang ada.  Maka yang menjadi sandaran penolakan riwayat ahli bid’ah adalah siapa saja yang mengingkari urusan yang telah mutawatir  dan wajib diketahui dari urusan-urusan agama  atau orang yang meyakini kebalikannya.”[5]
2.      Jika bid’ah Mufassiqah, para ulama’ ulama’berbeda pendapat:
a.       Tidak bisa dijadikan hujjah secara mutlak, ini pendapat Al Khatib dan Malik. Karena riwayat darinya untuk melariskan perkara (bid’ah)nya fasik dengan bid’ahnya.
b.      Bisa dijadikan hujjah, dengan dua syarat menurut pendapat jumhur.
                                      i.      Tidak menghalalkan dusta dalam menyebarkan madzhabnya atau ahli madzhabnya.
                                    ii.      Dia tidak mengajak untuk melakukan bid’ah dan tidak meriwayatkan sesuatu yang dapat ia gunakan untuk memperkuat bid’ahnya.
Imam Syafi’I berkata:”Diterima kesaksian ahlu hawa kecuali Al Khithabiyah, karena mereka  meriwayatkan persaksian mereka dengan dusta untuk mendukung pendapatnya.”
Maka pendapat pertama lemah karena, shahibu Shahihain dan yang lainnya, banyak perawi perawi pelaku bid’ah yang tidak menyeru kepada bid’ahnya.[6]
Imam Adz Dzahabi berkata:”Orang-orang syi’ah didera, namun mereka jujur, bagi kita kejujurannya dan bagi mereka (dosa) atas bid’ahnya.
Dari Imam Ahmad, berkata:”Seseorang berkata:”Bagaimana para pelaku bid’ah dikatakan tsiqah? Salah satu dari sifat tsiqah adalah adil dan itqan(cermat). Bagaimana ia dikatakan adil sedang ia ahli bid’ah. Jawabnya adalah sesungguhnya bid’ah dibagi dua Yaitu:
Sughra(kecil), yaitu seperti syi’ah yang tidak ghuluw dan mereka yang tidak (dihukum)bakar. Karena ini banyak terjadi pada para tabi’in dan tabi’ut tabni’in, padahal agama (mereka bagus) wara’ dan jujur. Sehingga kalau  hadits mereka ditolak akan banyak hilang astar dan hadits. Sungguh ini sebuah kerusakan yang nyata.
Bid’ah kubra, yaitu seperti Rafidhah tulen dan  ghuluw.  Mereka merendahkan Abu Bakar dan Umar dan mereka menyeru kepada pemahaman nya. Maka bid’ah seperti ini riwayatnya tidak dijadikan hujjah.[7]
Imam Syafi’i:”Aku tidak melihat suatu kaum yang mengikuti hawa nafsu, yang lebih dusta persaksiannya dari pada Rafidhah.”[8]
5.      Riwayat-riwayat penganut bid’ah
            Penganut bid’ah adakala bid’ahnya mengkafirkan, adakalanya tidak.
Yang pertama , seperti  orang-orang mujassimah yang berpendapat bahwa tuhan bertubuh.
Yang kedua, seperti orang rafidli dan lain-lain.
Para ulama berselisihan terhadap golongan pertama kepada tiga pendapat.
a.       Diterima riwayatnya.
b.      Tidak diterima sama sekali riwayatnya.
Inilah pendapat Jumhur.
c.       Jika ia beri’tiqad bahwa berdusta itu haram, diterima riwayatnya. Jika dia beri’tiqad, bahwa berdusta itu halal, ditolak riwayatnya.
Inilah pendapa Al Iman Fakhruddin Ar Razi.
Menurut pendapat Al Hafidh Ibnu Hajar, bahwa tidaklah pada tempatnya kita menolak riwayat segala penganut bid’ah walaupun orang bid’ah itu dikafirkan lantaran bid’ahnya, karena masing-masing golongan menuduh bahwa lawannya, orang orang yang bid’ah dan terkadang-kadang mengkafirkan lawannya. Karena itu, riwayat yang ditolak, hanyalah riwayat orang yang mengingkari sesuatu hal yang mutawattir yang dengan mudah diketahui  bahwa agama menetapkannya.
Orang yang tidak sedemikian sifatnya sedang ia adalah seorang yang kuat ingatan, seorang yang taqwa, maka taka da halangan untuk menerima riwayatnya.
Penganut-penganut bid’ah yang tidak dikafirkan, maka menurut penetapan An Nawawi, As Sayuthi dan sesuai pula dengan  pendapat malik, Ibnul Mubarak, menolak riwayat orang rafidli dan orang yang memaki shahabat dan para salaf. Demikian juga ditolak riwayat para penaganut bid’ah yang mengajak manusia kepada bid’ahnya.
Selain dari pada mereka itu, diterima riwayatnya, terkecuali riwayat yang menguatkan bid’ahnya dan sesuai dengan bid’ahnya.
            Al Hafidh Abu Ishaq Ibrahim ibn Ya’qub Al Juzajani, guru Abu Daud dan An Nasa-I mengatakan, Bahwa :”diantara perawi ada yang tidak mengikuti sunnah, tetapi ia seorang yang benar. Karena itu, tidak dapat kita menolak riwayatnya, selama haditsnya itu tidak munkar dan tidak pula di kuatkan bid’ahnya dengan hadits itu”.
            Ibnu Hajar menetapkan, bahwa “pendapat Abu Ishaq ini, kuat, karena illat kita tolak hadits penganut bid’ah itu, adalah jika dhahir hadits itu sesuai dengan madzhabnya, walaupun dia tidak menyeru kepada bid’ahnya”.[9]

6.      Kelompok Bid’ah yang Paling Sedikit Berdusta.
Ulama’ menyebutkan kelompok yang paling sedikit berdusta adalah Khawarij. Karena mereka  mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan sebuah hadits yang disandarkan kepada mereka:
إذا أتا كم عني حديث قاعرصوه على كتاب الله ، فإن وافق كتب الله  فأنا قلته .
“Apabila datang kepadamu hadits dariku maka korelasikanlah dengan kitabullah, apabila sesuai dengan kitabbullah maka saya mengatakannya.”
Namun sebagian peneliti meniadakan dari mereka tuduhan memalsu hadits karena tidak ada dalil  yang bisa dijadikan dasar.
Abu Dawud berkata:
ليس في أهل الأهواء أصح حديثا من الخوارج .
“Tidak ada ahlu ahwa (pengikut hawa nafsu)  yang lebih shahih hadits dari pada Khawarij.”
Ibnu Taimiyah  berkata:
ليس في أهل الأهواء أصجق ولا أعدل من الخوارج .
“Tidak ada ahlu ahwa (pengikut hawa nafsu)  yang lebih jujur dan lebih adil dari pada Khawarij.”
Dan beliau berkata:
ليسوا ممن يتعمدون الكذب   بل هم معريفوم بالصدق ، حتى يقال إن  حديثهم من أصح الحديث
“Mereka bukalah orang-orang yang bersandar pada kepada kedustaan, bahkan mereka ma’ruf dengan kejujuran, hingga dikatakan hadits mereka paling shahih.[10]
Maraji’:
7.      Nama-nama Rawi Bid’ah
Berikut ini saya unjukan beberapa rawi yang Ulama katakana Ahli bid’ah dengan sebagian dari keterangan mereka:
a.       Ishaq bin Ibrahim kamjir al-Maruji. Berkata Shalih Jazarah: “Ia seorang yang benar, hanya adalah ia waqf tentang masalah Quran”. Kata as-Saji: Orang-orang tidak mau meriwayatkan daripadanya, karena waqafnya tentang . Kata Abdus an-Naisaburi: adalah ia seorang Hafizh yang sungguh-sungguh, tidak pernah ada orang seperti dia tentang hafalannya dan wara’nya, tetapi ia tertuduh waqaf.
b.      Abdul Majid bin Abdul Aziz. Berkata Abu Dawud: ia seorang kepercayaan mengajak kepada madzhab Murji’ah.
c.       Hamzah bin Najih. Kata Bukhari: Adalah ia Mu’tazili. Kata Abu Hatim: Ia lemah. Abu dawud menganggap dia kepercayaan.
d.      Khalid bin Abdillah al-Qasri ad-Dimisyiqi. Tersebut dalam Mizan I’tidal: Ia seorang yang benar tetapi Nashibi.
e.       Musa bin Qais al-Hadlrami. Ibnu Ma’in menganggap dia kepercayaan. Kata Abu Hatim: Ia tidak mengapa yakni boleh dipakai. Kata an-Nufaili: Adalah ia seorang yang berlebih-lebihan dalam Rafidlah.
f.       Dawud bin Hashin Abu sulaiman al-Madani. Seorang Muhaddits yang masyhur. Ibnu Ma’in dan lainnya menganggap dia kepercayaan. Berkata Abu Hatim: kalau sekiranya Malik tidak ada meriwayatkan daripadanya, niscaya orang tinggalkan Haditsnya. Omongan ini membayangkan kelemahan Dawud tersebut. Kata Ibnu Hibban: Adalah ia bermadzhab Syurrah, tetapi tidak pernah ia mengajak orang kepadanya.
g.      Dzarr bin Abdillah al-Hamdani. Seorang Tabi’i kepercayaan. Berkata Abu Dawud: Ia adalah seorang Murji.
h.      Abbad bin Ya’qub al-Asadi ar-Rawa Jini. Tersebut dalam Mizanul-I-tidal: adalah ia dari golongan Syi’ah yang berlebih-lebihan dan salah seorang kepala bid’ah, tetapi seorang yang benar dalam urusan Hadits. Selain dari delapan ahli bid’ah ini, ada beberapa rawi lagi yang seumpama mereka. Delapan rawi yang tersebut di atas semua orang kepercayaan. Hanya di antara mereka ada yang bermadzhab, dan ada yang tertuduh dengan salah satu Madzhab.[11]



Daftar Pustaka

Al Mu’jam Al Washith
DR. Mahmud Ath Thahhan, Taisir Mushthalah Al Hadits
M.Syakur Dewa, Roy Fadli, Referensi Umum Umat Jilid II,  Pustaka Azm, Kediri,2012.
Abdul Qadir Hassan, Ilmu Musthalahul Hadits, Diponegoro, Bandung,2007.
Al Hafidz Al Imam As Suyuthi,Tabrib Ar Rawi fi Syarh Taqrib A Nawawi.
Ahmad Muhammad Syakir, Al Baa’its Al Hatsits, Syarh Ihtishaar Ulum Al Hadits li Al Hafidz Ibnu Katsir.
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash shiddiqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits.
Syaikh Manna’ Al Qaththan, Tarikh At Tasyri’  Al Islami.



[1] Al Mu’jam Al Washith, I/43
[2] Taisir Mushthalah Al Hadits, DR. Mahmud Ath Thahhan, hlm 123
[3] Referensi Umum Umat Jilid II, M.Syakur Dewa, Roy Fadli
[4] Ilmu Musthalahul Hadits, Abdul Qadir Hassan, hlm 208-211
[5] Tabrib Ar Rawi fi Syarh Taqrib A Nawawi, Al Hafidz Al Imam As Suyuthi, I/ 324.
[6] Ibid, I/ 324 -325.
[7] Al Baa’its Al Hatsits, Syarh Ihtishaar Ulum Al Hadits li Al Hafidz Ibnu Katsir,  Ahmad Muhammad Syakir, hlm 102.
[8] Ibid, 102.
[9] Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash shiddiqy hal 227-228
[10] Tarikh At Tasyri’  Al Islami, Syaikh Manna’ Al Qaththan, hlm 281.
[11] Abdul Qadir Hassan, Op, Cit, hlm 461-462

Tidak ada komentar:

Posting Komentar