A.
Pengertian
Asbab wurud al-hadis
Asbab wurud al-hadis
adalah kasus yang dibicarakan oleh suatu hadis pada waktu kasus tersebut
terjadi. Kedudukan ilmu ini bagi hadis sama dengan posisi asbab al-nuzul
bagi al-Qur’an al-Kakim.
Ilmu ini merupakan suatu jalan yang
paling tepat untuk memahami hadis, karena mengetahui suatu sebab akan
melahirkan pengetahuan tentang musabab.
Sebab lahirnya suatu hadis
kadanga-kadang dijelaskan dalam hadis itu,) seperti hadis Umar bin Khaththab:
بَيْنَا
نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولَ الّلهِ صَلَّى الّلهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ اِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا
رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لَا يُرَى
عَلَيْهِ اَثَرُ السَّفَرُ وَلاَيَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدُحَتَّى جَلَسَ اِلَى
النَّبِيُّ صَلَى الّلهُ وَسَلَّمَ فَاسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ
عَلَى فَخِذَيهِ ثُمَّ قَالَ: يَامُحَمَّدُا! أَخْبِرْنِيْ عَنِ الاِسْلاَمِ.
فَقَالَ رَسُولُ الّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَنْ تَشْهَدَاَنْ لاَاِلَهَ
الاَّالّلهِ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الّلهِ وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُو’تِي
الزّاكَاةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَحَجُّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ
سَبِيْلاً. (الحديث )
Pada suatu hari ketika
kami duduk di sisi Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang
sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak tampak tanda-tanda telah
bepergian dan tidak seorang pun dari kami mengenalnya. Kemudian laki-laki itu
duduk di hadapan Nabi Saw. Dan menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Nabi
Saw. Sambil meletakkan kedua telapak tangannya di kedua padanya (sendiri).
Kemudian ia berkata, “ Wahai Muhammad! Beritahukanlah aku tentang Islam”
Rasululah Saw. Menjawab, “ Islam adalah (kamu) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan solat, membayar
zakar, berpuasa dibulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji apabila kamu telah
mampu menepuh jalan ke Baitulah.....”)
Kadang-kadang sebab itu tidak
disebutkan dalam hadis yang bersangkutan, melainkan dijelaskan pada sebagian
jalurnya. “ Sebab” yang demikian ini sangat diperhatikan. Contoh hadis:
الخَرَاجُ
باِلضَّمَانِ`
Hasil dari barang yang
dibeli itu (menjadi milik pembeli) karena beban yang ditanggungnya (memeliharanya).
)
Dijelaskan
dalam Sunan Abi Dawud dan Sunan Ibnu Majah bahwa seseorang
membeli seorang hamba sahaya. Setelah hamba itu menetap bersamanya untuk
beberapa waktu, ia akhirnya menemukan suatu cacat padanya. Maka kemudian, ia
memperkarakannya kepada Rasululah Saw., tetapi Rasul tidak menerima
pengaduannya. Maka ia berkata: “Ya Rasululah! Hamba saya telah memberikan hasil
kerjanya.” Maka Rasululah Saw. Berkata: الخَرَاجُ
باِلضَّمَانِ
Al-Suyuthi telah menyusun sebuah
kitab tentang hal ini dengan judul al-Luma’. Demikian pula ibrahim bin
Muhammad al-Dimasyqi yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Hamzah (w.1120 H)
telah menyusun kitab sejenis dengan judul al-Sayan wa al-Ta’rif fi Asbab
Wurud al-Hadis al-Syarif. Kitab ini merupakan kitab yang paling luas
pembahasannya dalam bidang ini.
B. Perbandingan
Asbabul Wurud dan Asbabun Nuzul
Asbabul Wurud dalam Al Hadist sama
halnya dengan Asbabun Nuzul dalam Al Qur’an. Mengingat betapa pentingnya kedua
Asbab ini, banyak ulama yang mengikhlaskan dirinya menggeluti kedua bidang ini
sehingga baik Asbabun Nuzul maupun Asbabul Wurud menjadi sebagian atau cabang ilmu
dalam Agama Islam.
Ada diantara ulama yang menganggap
kedua cabang ilmu ini tidak penting sebab menurut mereka Asbabun Nuzul dan
Asbabul Wurud justru akan memperkakukan penafsiran dan pengamalan.
Pendapat diatas dibantah keras, di
antaranya oleh Muhammad Abdul Azhim Az Zarqani bahwa dengan mengetahui Asbabun
Nuzul dari ayat Al Qur’an (yang sama halnya dengan Asbabul Wurud dari Al
Hadist) justeru akan lebih mempermudah memahami ayat Al Qur’an atau matan Al
Hadist. (Baca : Manahilul ‘Irfan Fii Ulumil Qur’an,oleh Az Zarqani).[1]
C. Urgensi Asbabul Wurud dalam pemahaman hadist
1)
Untuk menolong
memahami dan menafsirkan al-Hadist, sebab sebagaimana diketahui bahwa
pengetahuan tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu itu merupakan sarana untuk
mengetahui musabab (akibat) yang ditimbulkannya. Seseorang tidak mungkin
mengetahui penafsiran suatu hadist secara tepat, tanpa mengetahui sebab-sebab
dan keterangan-keterangan tentang latar belakang. Nabi bersabda, berbuat atau
mengakui perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan beliau. Ia merupakan suatu
sarana yang kuat untuk memahami dan menafsirkan al-Hadist.
2)
Sebagaimana
diketahui bahwa lafadh nsah itu kadang-kadang dilukis dalam kata-kata yang
bersifat umum, sehingga untuk mengambil kandungan isi nya memerlukan dalil yang
men-takhsis-kannya. Akan tetapi dengan diketahui sebab-sebab lahirnya nash itu,
maka takhsish yang menggunakan selain sebab, harus disingkirkan. Sebab
memasukan takhsish yang berbentuk sebab ini adalah qath’iy, sedang mengeluarkan
takhsis sebab, adalah terlarang secara ijma’.
3)
Untuk mengetahui
hikmah-hikamh ketetapan syari’yat (hukum).
4)
Untuk
mentakhsiskan hukum, bagi orang yang berpedoman kaidah Ushul-Fiqih “al-‘ibratu
bkhushushi’s-sabab” (mengambil sesuatu ibarat itu hendaknya dari sebab-sebab
yang khusus). Biarpun menurut pendapat
yang kuat dari golongan Ushuliyahberpedoman dengan “al-‘ibratu
bi’umumi’l-lafadh”, la bi khushushi’s sabab” ( mengambil suatu ibarat itu hendaknya
berdasar pada lafadh yang umum, bukan sebab-sebab yang khusus).[2]
D. Relevansi asbab wurud dengan kandungan hadits
Bacaan Al-Qur’an menimbulkan ketenangan
jiwa
اقرافانهاالسكينة تنزلت للقرانِ
Artinya
:
“bacalah
(Al Qur’an), karena sesungguhnya ketenangan jiwa (sakinah) itu turun karena
(bacaan) Al Qur’an.”
Diriwayatkan
oleh : Imam Ahmad dan Al Bukhari dan Al Barra’ r.a
Asbabul
Wurud :
Al
Bara’ berkata: “seorang lelaki membaca surat al kahfi, sedangkan didalam rumah
(tempat laki-laki itu sedang membacanya) ada binatang melata (ular,tikus,dan
sebagainya). Mendengar bacaan itubinatang itu terkejut dan lari. Tiba-tiba
kabut menutupinya (dari pandangan). Hal itu diceritakan orang kepada Rasulullah
SAW, lalu beliau bersabda seperti bunyi hadist di atas.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar