Senin, 18 April 2016

Asbab wurud al-hadis


A.    Pengertian Asbab wurud al-hadis
Asbab wurud al-hadis adalah kasus yang dibicarakan oleh suatu hadis pada waktu kasus tersebut terjadi. Kedudukan ilmu ini bagi hadis sama dengan posisi asbab al-nuzul bagi al-Qur’an al-Kakim. 
Ilmu ini merupakan suatu jalan yang paling tepat untuk memahami hadis, karena mengetahui suatu sebab akan melahirkan pengetahuan tentang musabab.
Sebab lahirnya suatu hadis kadanga-kadang dijelaskan dalam hadis itu,) seperti hadis Umar bin Khaththab:
 بَيْنَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولَ الّلهِ صَلَّى الّلهُ عَلَيْهِ  سَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ اِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ اَثَرُ السَّفَرُ وَلاَيَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدُحَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِيُّ صَلَى الّلهُ وَسَلَّمَ فَاسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيهِ ثُمَّ قَالَ: يَامُحَمَّدُا! أَخْبِرْنِيْ عَنِ الاِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ الّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَنْ تَشْهَدَاَنْ لاَاِلَهَ الاَّالّلهِ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الّلهِ وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُو’تِي الزّاكَاةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَحَجُّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. (الحديث )   
Pada suatu hari ketika kami duduk di sisi Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak tampak tanda-tanda telah bepergian dan tidak seorang pun dari kami mengenalnya. Kemudian laki-laki itu duduk di hadapan Nabi Saw. Dan menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Nabi Saw. Sambil meletakkan kedua telapak tangannya di kedua padanya (sendiri). Kemudian ia berkata, “ Wahai Muhammad! Beritahukanlah aku tentang Islam” Rasululah Saw. Menjawab, “ Islam adalah (kamu) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan solat, membayar zakar, berpuasa dibulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji apabila kamu telah mampu menepuh jalan ke Baitulah.....”)
Kadang-kadang sebab itu tidak disebutkan dalam hadis yang bersangkutan, melainkan dijelaskan pada sebagian jalurnya. “ Sebab” yang demikian ini sangat diperhatikan. Contoh hadis:
الخَرَاجُ باِلضَّمَانِ`
Hasil dari barang yang dibeli itu (menjadi milik pembeli) karena beban yang ditanggungnya (memeliharanya). )
Dijelaskan dalam Sunan Abi Dawud dan Sunan Ibnu Majah bahwa seseorang membeli seorang hamba sahaya. Setelah hamba itu menetap bersamanya untuk beberapa waktu, ia akhirnya menemukan suatu cacat padanya. Maka kemudian, ia memperkarakannya kepada Rasululah Saw., tetapi Rasul tidak menerima pengaduannya. Maka ia berkata: “Ya Rasululah! Hamba saya telah memberikan hasil kerjanya.” Maka Rasululah Saw. Berkata: الخَرَاجُ باِلضَّمَانِ 
Al-Suyuthi telah menyusun sebuah kitab tentang hal ini dengan judul al-Luma’. Demikian pula ibrahim bin Muhammad al-Dimasyqi yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Hamzah (w.1120 H) telah menyusun kitab sejenis dengan judul al-Sayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadis al-Syarif. Kitab ini merupakan kitab yang paling luas pembahasannya dalam bidang ini.
B.      Perbandingan Asbabul Wurud dan Asbabun Nuzul
Asbabul Wurud dalam Al Hadist sama halnya dengan Asbabun Nuzul dalam Al Qur’an. Mengingat betapa pentingnya kedua Asbab ini, banyak ulama yang mengikhlaskan dirinya menggeluti kedua bidang ini sehingga baik Asbabun Nuzul maupun Asbabul Wurud menjadi sebagian atau cabang ilmu dalam Agama Islam.
Ada diantara ulama yang menganggap kedua cabang ilmu ini tidak penting sebab menurut mereka Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud justru akan memperkakukan penafsiran dan pengamalan.
Pendapat diatas dibantah keras, di antaranya oleh Muhammad Abdul Azhim Az Zarqani bahwa dengan mengetahui Asbabun Nuzul dari ayat Al Qur’an (yang sama halnya dengan Asbabul Wurud dari Al Hadist) justeru akan lebih mempermudah memahami ayat Al Qur’an atau matan Al Hadist. (Baca : Manahilul ‘Irfan Fii Ulumil Qur’an,oleh Az Zarqani).[1]
C.    Urgensi Asbabul Wurud dalam pemahaman hadist

1)      Untuk menolong memahami dan menafsirkan al-Hadist, sebab sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu itu merupakan sarana untuk mengetahui musabab (akibat) yang ditimbulkannya. Seseorang tidak mungkin mengetahui penafsiran suatu hadist secara tepat, tanpa mengetahui sebab-sebab dan keterangan-keterangan tentang latar belakang. Nabi bersabda, berbuat atau mengakui perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan beliau. Ia merupakan suatu sarana yang kuat untuk memahami dan menafsirkan al-Hadist.
2)      Sebagaimana diketahui bahwa lafadh nsah itu kadang-kadang dilukis dalam kata-kata yang bersifat umum, sehingga untuk mengambil kandungan isi nya memerlukan dalil yang men-takhsis-kannya. Akan tetapi dengan diketahui sebab-sebab lahirnya nash itu, maka takhsish yang menggunakan selain sebab, harus disingkirkan. Sebab memasukan takhsish yang berbentuk sebab ini adalah qath’iy, sedang mengeluarkan takhsis sebab, adalah terlarang secara ijma’.
3)      Untuk mengetahui hikmah-hikamh ketetapan syari’yat (hukum).
4)      Untuk mentakhsiskan hukum, bagi orang yang berpedoman kaidah Ushul-Fiqih “al-‘ibratu bkhushushi’s-sabab” (mengambil sesuatu ibarat itu hendaknya dari sebab-sebab yang khusus). Biarpun menurut pendapat  yang kuat dari golongan Ushuliyahberpedoman dengan “al-‘ibratu bi’umumi’l-lafadh”, la bi khushushi’s sabab” ( mengambil suatu ibarat itu hendaknya berdasar pada lafadh yang umum, bukan sebab-sebab yang khusus).[2]
D.    Relevansi asbab wurud dengan kandungan hadits
Bacaan Al-Qur’an menimbulkan ketenangan jiwa
اقرافانهاالسكينة تنزلت للقرانِ
Artinya :
“bacalah (Al Qur’an), karena sesungguhnya ketenangan jiwa (sakinah) itu turun karena (bacaan) Al Qur’an.”
Diriwayatkan oleh : Imam Ahmad dan Al Bukhari dan Al Barra’ r.a
Asbabul Wurud :
Al Bara’ berkata: “seorang lelaki membaca surat al kahfi, sedangkan didalam rumah (tempat laki-laki itu sedang membacanya) ada binatang melata (ular,tikus,dan sebagainya). Mendengar bacaan itubinatang itu terkejut dan lari. Tiba-tiba kabut menutupinya (dari pandangan). Hal itu diceritakan orang kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda seperti bunyi hadist di atas.”





[1] Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud,(Jakarta: penerbit Kalam Mulia,2005) kata pengantar.
[2] Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits,(PT ALMA’ARIF BANDUNG) hlm.326

Tidak ada komentar:

Posting Komentar