Senin, 18 April 2016

Pengertian Jaddal Al-Qur'an

Pengertian jaddal Al-Quran Jaddal dan jiddal artinya bertukar pikiran (curah gagasan) dengan cara besaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata-kata jadala Al habl, yakni uhkimat fatlah (aku kokohkan jalinan tali itu) mengingat kedua pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawannya dari pendirian yang di peganginya.
Allah befirman dalam Alquran bahwa jaddal atau berdebat merupakan salah satu tabi’at manusia. “manusia adalah mahluk yang paling banyak debatnya (Q.S Al kahfi 18 :54), artinya manusia adalah mahluk yang paling banyak berdebat dan bermusuhan serta bersaing. Rasulullah SAW juga diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrikin dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingisan mereka. “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik” (QS An-Nahl 16:125).
Allah membolehkan hambanya untuk bermunajarah(berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik pula. “Janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”(QS Al ankabut 29:46). Munajarah yang demikian itu bertujuan untuk menampakan hak (kebenaran sejati) dan menegakan hujjah atas validitasnya. Itulah esensi metoda jaddal yang ada dalam Al Quran dalam upaya memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang Al Quran. Cara ini berbeda dengan perdebatan orang yang memperturutkan hawa nafsu karena perdebatannya hanya merupakan persaingan yang batil. “Orang-orang kafir itu membantah dengan yang batil”(QS Alkahfi 18:56).

Metode berdebat yang ditempuh Al-qur’an
            Dalam upaya emndebat para penentangnya, Al-qur’an banyak mengemukakan dalil dan bukti nyata yang sangat kuat, baik oleh orang awam maupun para ahli. Ia mematahkan segala kerancuan dengan perlawanan dan pertahanan yang tegas dalam ushlub yang hasilnya konkrit, indah susunannya dan tidak memerlukan pemikiran yang keras atu banyak penyelidikan.
            Al-qur’an tidak menempuh metode di pegang teguh oleh para ahli kalam yang memrlukan adanya muqaddimah (premis) dan natijah (konklusi). Biasanya, Al-qur’an menempuh dengan cara ber-istidlal (inferensi) dengan esuatu yang bersifat kulli (universal) atas sesuatu yang bersifat  juz’iy (parsial) dalam bersifat qiyas tamshil, atau beristidlal dengan juz’iy atas kully dalam qiyas istiqra’ langkah ini di lakukan karena beberapa alas an.
a.       Al-qur’an datang dan turun dalam bentuk berbahasa arab.ia menyeru kepada mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
b.      Bersandar pada fitrah jiwa yang percaya pada apa yang disaksikan dn dirasakan tanpa perlu penggunaan pemikiran yang mendalam ketika ber istidlal merupakan hasil lebih kuat pengaruhnya dan lebih efektif hujjahnya.
c.       Meninggalkan pembicaraan yang jelas  dan tidak menggunakan tutr kata yang jlimet dan pelik karena tuturkata yang demikian merupakan kerancuan dan teka-teki hanya dapat di mngarti oleh sebagian ahli (khas). Cara demikian yang biasa ditempuh para ahli mantiq (logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu, dalil-dalil tentang kehidupan dan tauhid kembali di akhirat yang di ungkapkan dalam Al-qur’an berupa dalil atau dalalah tetentu yang dapat memaknai apa yang diperlihatkannya secara otomatis tanpa harus memasukkanya dalam qadiyah kulliyah (universal proposition).
Macam-macam perdebatan dalam Al-Qur’an dan dalillnya
1.      Menyebutkan ayat-ayat yang menyuruh kita melakukan nazhar dan tadabbur, lalu dijadikan dalil untuk menetapkan dasar-dasar akidah. Seperti, keesaan Allah dalam keuluhiyahan-Nya, iman kepada malaikat, kitab, rasul dan hari akhir. Macam-macam ini banyak disebut dalam Al-Qur’an.  Dalil
2.      Membantah pendapat-pendapat kaum penantang dan mematahkan hujjah mereka. Perdebatan ini memiliki beberapa bentuk :
a.       Menanyakan tentang urusan-urusan yang diterima baik oleh akal agar orang yang dihadapi itu membenarkan apa yang tadinya diingkari, seperti mengambil dalil adanya mahluk ini tentang adanya khaliq. Dalil
b.      Mengambil dalil dengan asal kejadian untuk menetapkan adanya hari bangkit. Dalil
c.       Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan kebenaran sesuatu yang berlawanan dengan pendapat lawan.
d.      Mengumpulkan beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat itu bukanlah illat hukum yang di dalam istilah dinamakan sabr dan taqsim. Dalil
e.       Menundukkan lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menerangkan bahwa pendapat lawan itu adalah pendapat yang tidak dibenarkan oleh seseorang pun. Dalil
DAFTAR PUSTAKA
1.      Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2012. Ilmu-ilmu Al-Qur’an

Terima kasih telah membaca pengertian Jaddal Al-Qur'an semoga bermanfaat sebagai referensi, atau wawasan mengenai keislaman. sebagai sarana untuk menambah khazanah keilmuan kita. 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar