Pengertian jaddal Al-Quran
Jaddal dan jiddal artinya bertukar pikiran (curah gagasan) dengan cara besaing
dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata-kata
jadala Al habl, yakni uhkimat fatlah (aku kokohkan jalinan tali itu) mengingat
kedua pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan
lawannya dari pendirian yang di peganginya.
Allah befirman dalam Alquran bahwa jaddal atau berdebat merupakan
salah satu tabi’at manusia. “manusia adalah mahluk yang paling banyak debatnya
(Q.S Al kahfi 18 :54), artinya manusia adalah mahluk yang paling banyak
berdebat dan bermusuhan serta bersaing. Rasulullah SAW juga diperintahkan agar
berdebat dengan kaum musyrikin dengan cara yang baik yang dapat meredakan
keberingisan mereka. “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik” (QS An-Nahl
16:125).
Allah membolehkan hambanya untuk bermunajarah(berdiskusi) dengan
ahli kitab dengan cara yang baik pula. “Janganlah kamu berdebat dengan ahli
kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”(QS Al ankabut 29:46). Munajarah
yang demikian itu bertujuan untuk menampakan hak (kebenaran sejati) dan
menegakan hujjah atas validitasnya. Itulah esensi metoda jaddal yang ada dalam
Al Quran dalam upaya memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para
penentang Al Quran. Cara ini berbeda dengan perdebatan orang yang
memperturutkan hawa nafsu karena perdebatannya hanya merupakan persaingan yang
batil. “Orang-orang kafir itu membantah dengan yang batil”(QS Alkahfi 18:56).
Metode berdebat yang ditempuh Al-qur’an
Dalam upaya
emndebat para penentangnya, Al-qur’an banyak mengemukakan dalil dan bukti nyata
yang sangat kuat, baik oleh orang awam maupun para ahli. Ia mematahkan segala
kerancuan dengan perlawanan dan pertahanan yang tegas dalam ushlub yang
hasilnya konkrit, indah susunannya dan tidak memerlukan pemikiran yang keras
atu banyak penyelidikan.
Al-qur’an tidak
menempuh metode di pegang teguh oleh para ahli kalam yang memrlukan adanya muqaddimah
(premis) dan natijah (konklusi). Biasanya, Al-qur’an
menempuh dengan cara ber-istidlal (inferensi) dengan esuatu yang
bersifat kulli (universal) atas sesuatu yang bersifat juz’iy (parsial) dalam bersifat qiyas
tamshil, atau beristidlal dengan juz’iy atas kully dalam qiyas
istiqra’ langkah ini di lakukan karena beberapa alas an.
a.
Al-qur’an datang dan turun dalam bentuk berbahasa arab.ia menyeru
kepada mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
b.
Bersandar pada fitrah jiwa yang percaya pada apa yang disaksikan dn
dirasakan tanpa perlu penggunaan pemikiran yang mendalam ketika ber istidlal
merupakan hasil lebih kuat pengaruhnya dan lebih efektif hujjahnya.
c.
Meninggalkan pembicaraan yang jelas
dan tidak menggunakan tutr kata yang jlimet dan pelik karena tuturkata
yang demikian merupakan kerancuan dan teka-teki hanya dapat di mngarti oleh
sebagian ahli (khas). Cara demikian yang biasa ditempuh para ahli mantiq
(logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu, dalil-dalil tentang kehidupan
dan tauhid kembali di akhirat yang di ungkapkan dalam Al-qur’an berupa dalil
atau dalalah tetentu yang dapat memaknai apa yang diperlihatkannya secara
otomatis tanpa harus memasukkanya dalam qadiyah kulliyah (universal
proposition).
Macam-macam perdebatan dalam Al-Qur’an dan dalillnya
1.
Menyebutkan ayat-ayat yang menyuruh kita melakukan nazhar dan
tadabbur, lalu dijadikan dalil untuk menetapkan dasar-dasar akidah. Seperti,
keesaan Allah dalam keuluhiyahan-Nya, iman kepada malaikat, kitab, rasul dan
hari akhir. Macam-macam ini banyak disebut dalam Al-Qur’an. Dalil
2.
Membantah pendapat-pendapat kaum penantang dan mematahkan hujjah
mereka. Perdebatan ini memiliki beberapa bentuk :
a.
Menanyakan tentang urusan-urusan yang diterima baik oleh akal agar
orang yang dihadapi itu membenarkan apa yang tadinya diingkari, seperti
mengambil dalil adanya mahluk ini tentang adanya khaliq. Dalil
b.
Mengambil dalil dengan asal kejadian untuk menetapkan adanya hari
bangkit. Dalil
c.
Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan kebenaran sesuatu
yang berlawanan dengan pendapat lawan.
d.
Mengumpulkan beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat itu
bukanlah illat hukum yang di dalam istilah dinamakan sabr dan taqsim. Dalil
e.
Menundukkan lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menerangkan bahwa
pendapat lawan itu adalah pendapat yang tidak dibenarkan oleh seseorang pun.
Dalil
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2012. Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Terima kasih telah membaca pengertian Jaddal Al-Qur'an semoga bermanfaat sebagai referensi, atau wawasan mengenai keislaman. sebagai sarana untuk menambah khazanah keilmuan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar