BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengembangan Filsafat Ilmu-ilmu Keislaman dapat dilakukan dengan
merumuskan kembali landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan
aksiologis ilmu yang bersumber dari kontribusi pemikiran Nasr, al-Attas, dan
Sardar. Landasan ontologis tersebut menentukan wilayah objek kajian Ilmu-ilmu
Keislaman, yang meliputi aspek-aspek metafisika dan empiris. Landasan
epistemologis mengakomodir keragaman (pluralitas) metodologis (berbagai
prosedur atau cara mengkaji ilmu), sesuai dengan kebutuhan intelektual masyarakat
Islam.
Landasan aksiologis mengarahkan dan menuntun pemahaman ontologis
dan epistemologis tersebut sesuai dengan nilai-nilai dasar Islam. Berdasarkan
ketiga landasan tersebut, pengembangan Filsafat Ilmu-ilmu Keislaman dapat
dilakukan secara terpadu (integratif), tidak hanya dengan menumbuhkan kesadaran
historis untuk menggali khazanah kemajuan intelektual Islam masa lalu, tetapi
sekaligus juga dengan merespon kemajuan-kemajuan metodologi masa kini yang
relevan dengan nilai-nilai intelektual Islam yang kekal dan universal.Koento
Wibisono mengatakan bahwa Filsafat Ilmu (Philosophy of Science) merupakan salah
satu cabang filsafat, sebagai penerusan pengembangan Filsafat Pengetahuan
(Philosophy of Knowledge/Epistemology), yang objek sasarannya adalah ilmu atau
pengetahuan ilmiah sebagai a higher level of knowledge.[1]
Filsafat Ilmu
dewasa ini lebih dikenal sebagai wahana dialog interaktif antara filsafat
dengan ilmu. Ilmu merupakan “lahan subur” bagi kajian filsafat (Filsafat Ilmu),
dan filsafat adalah fondasi yang sangat berguna bagi ilmu dalam mencapai
kemajuan-kemajuannya. Karenanya perkembangan dan kemajuan Filsafat Ilmu tidak
terlepas dari perkembangan dan kemajuan ilmu, dan begitu juga sebaliknya.[2]
Sebagai
salah satu rumpun keilmuan yang telah berkembang dalam tradisi intelektual
masyarakat Islam, Ilmuilmu Keislaman dewasa ini semakin berhadapan dengan
tantangan filosofis yang lebih serius dari masa-masa sebelumnya. Amin Abdullah
menegaskan bahwa Ilmu-ilmu Keislaman lebih merupakan kegiatan “keilmuan”, bukan
sekedar kegiatan keagamaan. Karena itu telaah Filsafat Ilmu terhadap bangunan
atau rancang-bangun keilmuan Ilmu-ilmu Keislaman tersebut perlu
dipertimbangkan.[3]
B.
Rumusan Masalah
1.
Biografi
Har Gibb?
2.
Biografi
Fazhur Rahman?
3.
Biografi
Binder?
4.
Typologi
filsafat islam kontemporer?
5.
Pendapat
Har Gibb, Fazhur Rahman, Binder tentang Typologi islam kontemporer?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
biografi Har Gibb.
2.
Mengetahui
biografi Fazhur Rahman.
3.
Mengetahui
biografi Binder.
4.
Mengetahui
typologi filsafat islam kontemporer.
5.
Mengetahui
pendapat Har Gibb, Fazhur Rahman, Binder teentang typologi filsafat islam
kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Har Gibb
Dilahirkan pada 2 januari 1895 di Alexander,
Egypt dari pasangan Alexander Crawford Gibb dan Jane Ann Gardner. Keduanya dari
Scotland yang kemudian mengambil teaching position di
Alexandria. Hamilton belajar di Scotland untuk pendidikannya pada 5 periode.
Setelah 4 tahun sekolah private, ia memulai sekolah formal di Royal High
School, Edinburgh pada tahun1904-1912 dengan fokus pada klasikal. Pada 1912, ia
mendaftar di Edinburgh University bergabung pada jurusan bahasa semitik, yakni
Hebrew, Arabic, dan Aramaic.
Selama perang dunia I, Gibb memutus studinya di Edinburhg University karena
mengabdi pada resimen Inggris di prancis (1917). Ia mengabdi pula di Itali
sebagai officer komisi sejak umur 19 tahun sampai genjatan senjata di Jerman
pada 1918. Karena pengabdiannya itu ia kemudian dianugrahi war
privilege berupaMaster of Art.
Setelah perang, Gibb melanjutkan belajar tentang Arab di School of Oriental
and African Studies, London University. Memperoleh gelar MA tahun 1922 dengan
tesis “Arab Conquests of Central Asia”. Dari tahun 1921 sampai 1937 mengajar
tentang Arab pada School of Oriental Studies dan menjadi profesor di sana pada
tahun 1930. Selama waktu itu, ia menjadi editor Encyclopaedia of Islam.
Pada 1937, Gibb dinobatkan oleh D. S. Margoliouth sebagai Laudian
Professor of Arabic dengan kenggotaan pada St John’s College, Oxford,
dimana ia tinggal untuk 8 tahun. Bukunya, Gibb’s Mohammedanism dipublikasikan
tahun 1949, menjadi teks dasar yang digunakan oleh pelajar barat tentang islam.
Di tahun 1955, Gibb menjadi “The James Richard Jewett Professor of Arabic”
dimana gelar kehormatan ini dianugrahkan kepada ilmuwan pilihan, "working
on the frontiers of knowledge, and in such a way as to cross the conventional
boundaries of the specialties." Belakangan, selain sebagai profesor di
Harvard University, ia menjadi direktur Harvard Center For Middle Eastern
Studies dan memimpin “The Movement in American Universities” untuk mengatur
pusat pengkajian wilayah, besama para pengajar, peneliti, dan pelajar yang
berbeda disiplin dalam studi budaya dan masyarakat sebuah wilayah di dunia.[4]
Pandanganya terhadap Islam:
Dia
seorang Orientalis Inggris terbesar, anggota lembaga bahasa di Mesir, dosen
studi Islam dan Arab di Universitas Hartvard (Amerika) dan juga anggota
redaksi ensiklopedi Islam. Beberapa karyanya isinya sangat
berbahaya, diantaranya adalah Jalan Islam yang ditulis bersama Orientalis lain
yang kemudian telah diterjemahkan dalam bahasa Arab.
Dalam
bukunya Bunyat al-Fikr al-Din fi al-Islam, Gibb
mengemukakan bahwa sesungguhnya bangunan pemikiran keagamaan dalam Islam
sebagian mengacu pada pemikiran jahiliyah tentang kepercayaan mereka terhadap
roh-roh halus.semua itu diambil Muhammad yang kemudian diubahnya, selanjutnya
digunakan untuk menghiasi tata aturan agama Islam serta untuk menegakkan Aqidah
dan pemikiran keagamaan jika hal itu dipandang sesuai. Ketika Muhammad hendak
menyebarkan agamanya kepada bangsa-bangsa di luar arab, maka dimasukanlah
unsur-unsur tata aturan jahiliyah itu kedalam al-Qur’an.[5]
B. Biografi Fazhur Rahman
Fazlaur Rahman dilahirkan Tanggal 21 September 1919 yang letaknya
di Hazara sebelum terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan.
Rahman di besarkan dalam madzhab Hanafi. Dengan demikian tidak dapat di
pungkiri Fazlur Rahman juga seorang rasionalis di dalam berfikirnya, meskipun
ia mendasarkan semua pemikirannya pada al-Qur’an dan sunnah. Fazlur Rahman
dilahirkan dari keluarga miskin yang taat pada agama.
Ketika hendak mencapai usia
10 tahun ia sudah hafal al-Qur’an walaupun ia di besarkan dalam keluarga yang
mempunyai pemikiran tradisional akan tetapi ia tidak seperti pemikir
tradisional yang menolak pemikiran modern, bahkan Ayahnya berkeyakinan bahwa
Islam harus memandang modernitas sebagai tantangan dan kesempurnaan. Ayahnya
Maulana Shihabudin adalah alumni dari sekolah menengah terkemuka di India,
Darul Ulum Deoband.
Meskipun Fazlur Rahman tidak
belajar di Darul Ulum, ia menguasai kurikulum Dares Nijami yang di tawarkan di
lembaga tersebut dalam kajian privat dengan Ayahnya, ini melengkapi latar
belakangnya dalam memahami Islam tradisional dengan perhatian khusus pada
Fikih, Ilmu Kalam, Hadits, Tafsir, Mantiq, dan Filsafat. Setelah mempelajari
ilmu-ilmu dasar ini, ia melanjutkan ke Punjab University di Lahore dimana ia
lulus dengan penghargaan untuk bahasa Arabnya dan di sana juga ia mendapatkan
gelar MA-nya. Pada tahun 1946 ia pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasi
dengan Psikologi Ibnu Sina di bawah pengawasan professor Simon Van Den Berg dan
di sanalah ia memperoleh gelar P.hd secara akademis.[6]
Disertasi
itu merupakan terjemah kritikan dan kritikan pada bagian dari kitab An-Najt,
milik filosof muslim kenamaan abad ke-7.
;Setelah di Oxford ia mengajar bahasa Persia dan Filsafat Islam di
Durham University Kanada dari tahun 1950-1958. Ia meninggalkan Inggris untuk
menjadi Associate Professor pada kajian Islam di Institute Of Islamic Studies
Mc. Gill University Kanada di Montreal. Dimana dia menjabat sebagai Associate
Professor Of Philosophy. Pada awal tahun 1960-an Fazlur Rahman kembali ke
Pakistan. Pada bulan Agustus 1946. Rahman kemudian di tunjuk sebagai Direktur
Riset Islam, setelah sebelumnya menjabat sebagai staf lembaga tersebut. Selain
menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset Islam, pada tahun 1964 ia di tunjuk
sebagai anggota dewan penasehat Ideologi Pemerintah Pakistan. Namun usaha
Rahman sebagai seorang pemikir modern di tentang keras oleh para ulama
tradisional-fundamentalis.[7]
Puncak dari segala kontroversialnya memuncak ketika 2 bab karya
momumentalnya, Islam (1966) yang diterjemahkan dalam bahasa Urdu dan di
publikasikan pada 1967 dalam jurnal bahasa Urdu Lembaga Riset Islam,
Fikru-Nazr, dengan pernyataan Rahman dalam buku tesebut “Bahwa Al-Qur’an itu
secara keseluruhan adalah kalam Allah dan dalam pengertian biasa juga
seluruhnya merupakan perkataan Muhammad, sehingga Fazlur Rahman di anggap orang
yang memungkiri Al-Qur’an kemudian pada 5 September 1986 ia mengundurkan diri
dari jabatan Direktur lembaga Riset Islam yang langsung di kabulkan oleh Ayyub
Khan.
C.
Biografi
Binder
Leonard Binder adalah seorang professor ilmu politik dan
seorang direktur Pusat Timur Jauh di University Of California Los Angeles
(UCLA). Beliau juga anggota Program Studi Interdisiplner di UCLA
Binder adalah seorang yang beragama Yahudi yang dikenal sebagai ahli
Internasional untuk bidang Politik Timur Tengah dan Pemikiran Politik Islam.
Jabatan Guru Besarnya mendapat sponsor dari UCLA, beliau juga seorang pendiri
dan mengabdi sebagai Presiden Asosiasi Studi-Studi Timur Tengah di Amerika
Utara (MESA), mantan anggota Komite Perbandingan Politik dan Studi-Studi Timur
Tengah pada Dewan Riset Ilmu Sosial, mantan peserta Yayasan Ford untuk orang
luar dan pernah menjadi peserta persahabatan dari Rockefeller Foundation, Dewan
Riset Ilmu Sosial, the National Endowment untuk kemanusian, the Woodrow Wilson
Foundation, Pusat studi Lanjutan di Yerussalem.[8]
Dalam malakukan panelitian Binder sering bersama-sama Fazlur Rahman.
Di antara penelitiannya adalah tentang “Islam dan Perubahan Sosial”.
Riset yang dibiayai oleh Ford Foundation itu,melibatkan puluhan ahli dan
meneliti lima masalah pokok. Pertama, pendidikan agama dan
peran ulama dalam Islam. Kedua, syariat dan kemajuan
ekonomi. Ketiga, keluarga dalam masyarakat dan hukum Islam
masa kini. Keempat, Islam dan masalah legalitas politik.Kelima, perubahan
konsepsi-konsepsi stratifikasi di dalam masyarakat muslim masa kini.
Negeri-neger yang dipilih untuk riset Binder adalah Indonesia, Pakistan,
Mesir, Turki, Iran dan Maroko. Hasil risetnya kemudian di bukukan oleh Fazlur
Rahman dalam karyanya Islam and Modernity : Tranformation of an Intellectual
Tradition (1982).
Di antara karya-karya
tulisnya yang telah dipublikasikan:
- Religion and Politics
in Pakistan (1961)
- Iran : Poolitical
Development in a Changing Society (1962)
- The Ideological
revolution in the Middle East (1964)
- In a Moment of
Enthusiasm : Political Power and the second Stratum in Egypt (1978)
- Islamic
Liberalism(1988)
D. Tipologi filsafat islam kontemporer menurut Fazur Rahman
Fazlur Rahman melihat pentingnya
rumusan pandangan dunia (worldview) yang menyeluruh dan utuh sebagai landasan
filosofis bagi metodologinya.[9] Konsep pandangan dunia
Fazlur Rahman, khususnya berkaitan pada tiga persoalan: Tuhan, manusia, dan
alam, bertitik tolak dari al-Qur`an.[10] Konsep Tuhan seperti dinyatakan
di dalam al-Qur`an bagi Fazlur Rahman pada dasarnya semata-mata adalah
fungsional.
Yakni Tuhan dibutuhkan bukan karena siapa Dia atau bagaimana
Dia, tetapi karena apa yang Dia lakukan.[11]
Berangkat
dari landasan di atas, kita dapat mengambil gagasan Fazlur Rahman tentang Tuhan
yang kemudian mewarnai berbagai pandangannya yang lain. Dengan kata lain,
pandangan Fazlur Rahman tentang Tuhan selanjutnya dapat berimplikasi pada
bagaimana Fazlur Rahman melihat segala fenomena di alam ini. Dalam pandangannya,
Tuhanlah yang telah menciptakan manusia dan alam raya ini. Tuhan telah
menjadikan alam dengan seperangkat aturannya yang dia sebut dengan istilah
qadar. Qadar baginya bukanlah seperti apa yang dipahami oleh mayoritas para
teolog (mutakallimum)
sebagai ketentuan yang deterministik, mengikat serta membatasi kebebasan
manusia, melainkan
segala ketentuan yang ada pada alam ini, terutama benda-benda fisik.
Qadar itulah yang memberikan
karakteristik dan sifat khusus padanya. Karakteristik dan sifat itulah yang
merupakan amarTuhan terhadap alam. Karenanya segala yang ada di alam adalah
Islam, karena ia tunduk dan patuh terhadap amar Tuhan. Amar Tuhan itulah yang
kemudian menjadi amanah bagi alam ini. Karenanya, pula, al-Qur`an mengatakan
bahwa alam bertasbih kepada Tuhan.
Tuhan menciptakan alam semesta
ini bukanlah tanpa tujuan. Ia hendak merealisasikan tujuan-Nya itu lewat
ciptaan-Nya dan misi-Nya. Tujaunnya adalah kebaikan. Pada titik ini,hemat
penulis, Fazlur Rahman percaya, setidaknya menerima, yang disebut dalam
terminologi filsafat agama sebagai argumen teleologis. Argumen ini menyatakan
bahwa alam memiliki tujuan. Alam mengarah kepada suatu tujuan yang lebih tinggi
yakni kebaikan.[12]
Menurut Fazlur Rahman, kedua metode
ilmiah ”critical history” dan Hermeneutic, merupakan
dua buah metode yang berkaitan erat. Metode ”critical history” berfungsi
sebagai upaya dekonstruksi metodologi, sedangkan metode Hermeneutic
difungsikan sebagai upaya rekonstruksinya.[13] Sementara
dalam kajian normatif (penerapan metode Hermeneutic dalam menafsirkan
al-Qur’an), Fazlur Rahman menggunakan metode sosio-historis sebagai alatbantu
dalam menentukan konteks sosial yang terkait. Karena itu, Fazlur Rahman,
menyadari kurangnya kesejarahan dalam kecendekiawan Muslim yang pada gilirannya
menyebabkan minimnya kajian-kajian historis Islam.
Menurut Fazlur Rahman, ummat Islam memerlukan
kajian sejarah agar mereka dapat menimbang lebih lanjut nilai-nilai
perkembangan historis tersebut untuk bisa melakukan rekonstruksi
disiplin-disiplin Islam untuk masa depan. Sehubungan dengan ini, Fazlur Rahman
membuat kategori Islam menjadi dua, yaitu: Islam Normatif dan Islam
Historis. Critical History sebagai sebuah metode yang digunakan sepenuhnya
oleh Fazlur Rahman dalam mengkaji Islam historis dalam segala aspeknya.
Pengembangan metode ini oleh Fazlur Rahman
tampak dengan jelas dalam kajiankajian historisnya, seperti dalam bukunya Islamic
Methodology in History dan Islam and Modernity
Transformaton of an Intellectual Tradition. Critical history oleh Fazlur
Rahman selalu dikaitkan dengan fase perkembangan, kemajuan dan kemunduran
sejarah masyarakat Islam. Untuk itu, dalam menulis karyanya Islamic
Methodology in History ini, Fazlur Rahman menggunakan metode ”Critical
History” untuk mengkaji Sunnah dan Hadits dan melakukan dekonstruksi.
1. Metodologi tafsir Fazlur Rahman (Double Movement
Theory)
Fazlur Rahman sebenarnya telah merintis rumusannya
tentang metodologi sejak diatinggal di Pakistan (dekade 60-an). Namun rumusan
metodologinya ini secara sistematis dankomprehensif baru diselesaikannya ketika
dia telah menetap di Chicago. Metodologi yang ditawarkannya ini, yang dia sebut
sebagai “double movement”, merupakan kombinasi pola penalaran induksi dan
deduksi; pertama, dari yang khusus (partikular) kepada yang umum (general), dan
kedua, dari yang umum kepada yang khusus.[14]
Yang pertama dari dua gerakan ini
terdiri dari dua langkah. Pertama, memahami arti atau makna suatu pernyataan
Al-Qur’an, dengan mengkaji situasi atau problem historis dari mana jawaban dan
respon Al-Qur’an muncul. Mengetahui makna spesifik dalam sinaran latar belakang
spesifiknya, menurut Fazlur Rahman juga harus ditopang dengan suatu kajian
mengenai situasi makro dalam batasan-batasan agama, masyarakat, adat-istiadat
dan lembaga-lembaga, serta mengenai kehidupan menyeluruh Arab pada saat Islam
datang.
Langkah kedua dari gerakan pertama ini
adalah menggeneralisasikan dari jawaban-jawaban spesifik, pernyataan-pernyataan
yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial umum, yang dapat disarikan dari
ayat-ayat spesifik dengan sinaran latar belakang historis dan rationes logis
yang juga kerap dinyatakan oleh ayat sendiri. Hal yang harus diperhatikan
selama langkah ini adalah ajaran Al-Qur’an sebagai keseluruhan, sehingga setiap
arti yang ditarik, setiap hukum yang disimpulkan dan setiap tujuan yang dirumuskan
koheren satusama lain. Ini sesuai dengan klaim Al-Qur’an sendiri bahwa
ajarannya koheren dan tidak mengandung internal-contradiction secara
keseluruhan. Langkah ini juga bisa dan selayaknya dibantu oleh pelacakan
terhadap pandangan-pandangan kaum Muslim awal. Menurut Fazlur Rahman, sampai
sekarang sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk memahami Al-Qur’an secara
keseluruhan.
Bila gerakan yang pertama mulai dari
hal-hal yang spesifik lalu ditarik menjadi prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai
moral jangka panjang, maka gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum ke
pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan
sekarang. Gerakan kedua ini mengandaikan adanya kajian yang cermat atas situasi
sekarang sehingga situasi sekarang bisa dinilai dan dirubah sesuai dengan
priortitas-prioritas moral tersebut. Apabila kedua momen gerakan ini ditempuh
secara mulus, maka perintah Al-Qur’an akan menjadi hidup dan efektif kembali.
Bila yang pertama merupakan tugas para ahli sejarah, maka dalam pelaksanan
gerakan kedua, instrumentalis sosial mutlak diperlukan, meskipun kerja rekayasa
etis yang sebenarnya adalah kerja ahli etika.
Momen gerakan kedua ini juga berfungsi
sebagai alat koreksi terhadap momen
pertama, yakni terhadap hasil-hasil dari penafsiran.
Apabila hasil-hasil pemahaman gagal diaplikasikan sekarang, maka tentunya telah
terjadi kegagalan baik dalam memahami Al-Qur’an maupun dalam memahami situasi
sekarang. Sebab, tidak mungkin bahwa sesuatu yang dulunya bisa dan
sungguh-sungguh telah direalisasikan ke dalam tatanan spesifik dimasa lampau,
dalam konteks sekarang tidak bisa.
DAFTAR
PUSTAKA
Koento Wibisono, Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: LP3 UGM & Intan Pariwara (Klaten), 1997, hal,
7.
Fuad, Kebenaran Ilmiah dalam Perspektif Positivisme Logis,
Makalah Mata Kuliah Filsafat Ilmu pada Program Doktor Ilmu Filsafat UGM,
Yogyakarta, 2005.
M. Amin Abdullah, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996, hal. 102
http://zamanharaz.blogspot.com/2011/12/hamilton-alexander-rossken-gibb.html.
Ahmad Muhammad Jamal, Achmad Zuhdi DH. Pandangan Orientalis Barat
Tentang Islam. (Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004), 141.
Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam
Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1998), 256-257
Taufik Adnan Amal, Metode Dan Alternatif Neomodernisme Islam,
(Bandung: Mizan, 1987) 13- 14
http://enciclopedia.thefreedictionary.com/Leonard+Binder
Fazlur Rahman, Major Themes of Qur’an (Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1980).
Lihat juga Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1983).
Amal, Islam dan Tantangan Modernitas,h. 70.
Rahman, Islam and Modernity.hlm. 8-11
[1] Koento
Wibisono, Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: LP3 UGM & Intan Pariwara (Klaten), 1997, hal, 7.
[2] Fuad, Kebenaran
Ilmiah dalam Perspektif Positivisme Logis, Makalah Mata Kuliah Filsafat
Ilmu pada Program Doktor Ilmu Filsafat UGM, Yogyakarta, 2005.
[3] M. Amin
Abdullah, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hal. 102
[4] http://zamanharaz.blogspot.com/2011/12/hamilton-alexander-rossken-gibb.html.
[5] Ahmad Muhammad Jamal, Achmad Zuhdi
DH. Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam. (Surabaya: PT. Karya
Pembina Swajaya, 2004), 141.
[6] Abdul
Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1998), 256-257
[7] Taufik
Adnan Amal, Metode Dan Alternatif Neomodernisme Islam, (Bandung: Mizan,
1987) 13- 14
[8] http://enciclopedia.thefreedictionary.com/Leonard+Binder
[9] Fazlur Rahman, Major Themes of Qur’an (Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1980).
Lihat juga Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1983).
[10] Ibid., h. 91
[11] Ibid h. 93
[12] Amal, Islam dan Tantangan Modernitas,h. 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar