BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an
adalah kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman
hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu,
kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an
agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi
kandungannya lahirlah ilmu tafsir.
Ilmu
tafsir menurut beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili,
tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i.
Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili.
Tafsir Tahlili adalah
ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat,
surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini
mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering
digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya.
Beberapa
ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur,
tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih,
tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan
tafsir Adab Al-Ijtima’i. Dan untuk lebih jelasnya tentang tafsir Tahlili
akan dibahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan tafsir Tahlili?
2. Bagaimana ciri-ciri dari tafsir Tahlili?
3. Apa Contoh
tafsir Tahlili?
4. Apa
keistimewaan dan kelemahan tafsir Tahlili?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tafsir Tahlili
Tafsir Tahlili merupakan
metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[1][1]
Selain itu, ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah
tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang
pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan
surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk
itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz,
balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan
dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma
akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat,
majaz, kinayah, dan isti’arah. Di samping itu juga
mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan
sesudahnya . Dengan demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat,
Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat
dibutuhkan.
Maka,
tafsir tahlili merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat
Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani,
menjelaskan setiap ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara
lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain.
Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan
ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada
yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar (ithnab),
seperti Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada
juga yang menemukakan secara singkat (ijaz), seperti Jalal al-Din
Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada
pula yang mengambil pertengahan (musawah), seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh
Muhammad ‘Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka
sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili,
akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda. [2][2]
Para
ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh
macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi,
tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi,
tafsir ‘Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’i.
1. Tafsir Tahlili
bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri (riwayat)
Tafsir
bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat
lain, dengan sunnah Nabi SAW, dengan pendapat sahabat Nabi SAW, dan dengan
perkataan tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini
sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum
zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih.[3][3]
2. Tafsir Tahlili
Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir
bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari
mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan dalam berpikir
untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah
penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam
menafsirkan Al-Qur’an.
3. Tafsir Tahlily
Bentuk Shufi
Tafsir
Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami
kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan
mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada
aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh
para tasawuf. Metode bentuk ini dibagi
menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.
Dalam
bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan
mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah
dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis,
mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara
tersembunyi.
4. Tafsir Tahlili Bentuk Fikih
Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat
yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang
dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda.
5. Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi
Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan
menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah
pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori
filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan
yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan
dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
6. Tafsir Tahlili Bentuk ‘Ilmi
Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan
pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam
tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala
atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat
disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan
bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah
yang sama.
7. Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab
Al Ijtima’i
Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk
ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta
usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah
kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar.
Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama
menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi,
Shufi, Fikih, Falsafi, ‘Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua
bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri.
Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan
menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.
Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya
menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah
tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang
dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan
pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah
tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ‘ilmu adalah
tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan.
Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang
menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan.
B. Ciri-ciri
Tafsir Tahlili
Metode
Tafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari
metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut adalah :
1. Mufasir
menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu
dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas.
2. Mufasir
menjelaskan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan
menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzulnya.
3. Bahasa yang
digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode
tafsir ijmali.
C. Contoh-contoh
Tafsir Tahlili
Ada cukup
banyak contoh tafsir tahlili, antara lain:
·
Contoh
tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang
menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah
SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui oleh para sahabat semasa
Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap
pengertianالغضو ب عليهم dan الضا
لين (Q.S. Al-Fatihah :7), penjelasan beliau tentang firman
Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم
(Q.S. Al-An’am :82) dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته (Q.S. Ali ‘Imran :102) dan lain-lain.
·
Contoh
yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata tentang isyarat yang
diberikan oleh firman Allah (Q.S. Al-Baqarah :45), sebagai berikut
(#qãZÏètFó$#ur Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4
$pk¨XÎ)ur îouÎ7s3s9 wÎ) n?tã tûüÏèϱ»sø:$# ÇÍÎÈ
Artinya: “Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.
Bahwa
shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkonsentrasikan hati untuk
menangkap tajally (penampakan diri) Allah dan hal ini sangat
berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima
cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan
menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa
mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka
kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka (fana’) dan
meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah (baqa’), sehingga mereka tidak
menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha
Perkasa.
Dari
beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai
karakter tersendiri. Selain itu, masih ada banyak lagi contoh dari tafsir tahlili.
Ada cukup
banyak contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini, antara
lain:
-
Jami’
al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary
-
Ma’alim
al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan
Imam Al-Baghawy
-
Madarik
al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy
-
Anwar
al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy
-
Tafsir
Al-Qur’an al-‘Adhim, karangan Imam Al-Tustury
-
Haqaiq
al-Tafsir, karangan Al-‘Allamah Al-Sulamy (w. 421 H)
-
Ahkam
Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash (w. 370 H)
-
Al-Jami’
li Al-Qurthuby (w. 671 H)
-
Mafatih
al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi (w. 606)
-
At-Tafsir
al-‘Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi
Ahmad
-
Al-Islam
Yatahadda, karangan Al-‘Allamah Wahid al-Din Khan
-
Tafsir
al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1345 H)
-
Tafsir
Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut
Dan
masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarkan atau yang menggunakan metode
tafsir tahlili ini.[4][4]
D. Keistimewaan
dan Kelemahannya
Dalam menganalisa
tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan
dengan kegunaan metode penafasiran ini, diantaranya adalah apa keistimewaan dan
kelemahan metode tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam bagian
ini akan dibahas insya Allah mengenai keistimewaan dan juga kelemahan tafsir
ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki
kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili
ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini
bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode
ini.
Dalam tafsir tahlili
ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya adalah tafsir ini biasanya selalu
memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang
berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa
analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan
demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan
dalam.
Keistimewaan lainnya adalah
adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran
terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut.
Penafsiran kata dengan metode tahlili akan erat kaitannya dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat
tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata
tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak
berkaitan dengan syair-syair kuno.
Keistimewaan lainnya adalah
luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan
juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan
tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu
keistimewaan tafsir tahlili dibandingkan dengan tafsir ijmali adalah
kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan
oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak
bila ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping
keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah
merupakan kelemahan yang mengharuskan kita tidak menggunakan atau mengabaikan
tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita haru
dapat memilah milih beberapa informasi dan wawasan yang dipaparkan dalam metode
penafsiran ini.
Salah satu kelemahan yang
sering disebutkan adalah berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin terkadang
masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai
hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi
sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan
ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir
yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi
yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu
sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai
sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi
tersebut bisa dipakai dan sebaliknya.
Demikian pula dengan
hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum
dasar hadist da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku
dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya bisa dipakai
sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih kuat menjelaskan senada dengan
hadist da’if tersebut.
Kelemahan lain tafsir tahlili adalah
kesannya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya?
Sepintas memang akan terlihat demikian karena tafsir tahlili membutuhkan wadah
yang lebih banyak dan luas dibandingkan dengan tafsir ijmali. Pemakaian
kata yang banyak tidak bisa dikatakan bertele-tele bila memang kajian tersebut
membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya
sebuah penafsiran adalah dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak
berfungsi dengan baik dalam menguraikan ayat, seperti perulangan
penjelasan, atau kiasan-kiasan yang tidak perlu.
Kedetilan dan keluasan
bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan
usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih lama bagi seorang mufassir. Bagi
beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan
tafsir ijmali yang praktis dan sederhana.
Keistimewaan metode tafsir tahlili dapat
dirangkum sebagai berikut:
1.
Sumber yang bervariasi.
2.
Analisa mufassir.
3.
Kekayaan arti kosa-kata
dalam Alquran.
4.
Luas.
5.
Detil
Sedangkan beberapa kelemahannya adalah:
Sedangkan beberapa kelemahannya adalah:
1.
Peluang untuk masuknya israiliyyat
lebih besar.
2.
Peluang untuk masuknya
informasi yang tidak penting lebih besar.
3.
Bertele-tele.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Tafsir
Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya
dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas
dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang
dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu
unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan
makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma
akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain.
Selain itu juga mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan
surat sebelum dan sesudahnya.
Metode
ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir
ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi,
dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di
atas memiliki karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan
menggunakan metode tafsir tahlili.
Ciri-ciri dari
metode tafsir tahlili, antara lain:
-
Mufasir
menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada
mushaf ustmani.
-
Mufasir
menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan
menyeluruh.
-
Tafsir
ini dijelaskan secara panjang lebar.
Ada
banyak contoh dari metode tafsir tahlili ini, baik itu contoh
ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir tahlili maupun
contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlili dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh dari kitab yang menggunakan
tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir
al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang
dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam
Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Selain
itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa
keistimewaan dan kelemahan. Keistimewaan dari tafsir ini antara lain, ruang
lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah
merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an
yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan
masih banyak lagi keistimewaan dari tafsir ini. Selain keistimewaan, adapun
kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial,
menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan
lain-lain.
Demikianlah
makalah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi
bertambah baiknya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nashruddin
Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Glaguh UHIV ,
1998.
·
‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan
Metodologi Tafsir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.
·
Nur
Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: Sukses offset,
2008.
[2][2] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah
dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994
), h. 41-42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar